Sabtu, 19 Juli 2014

Bukan tentang Kemenangan. Ini tentang Nilai dan Keseimbangan

~Bukan tentang Kemenangan. Ini tentang Nilai dan Keseimbangan~
Oleh Prayudhi Azwar


Menyikapi kekalahan itu teramat mudah. Sangat ringan bagi hati. Ketika simpati dan empati kita terhadap seseorang semata didasari pembelaan kita terhadap nilai kebaikan. Terhadap kesimbangan hidup.

Seperti terhadap Jokowi-Ahok (J-A). Itu pembelaan kita menentang kezaliman isu agama dan non-pribumi, yang mengalahkan nilai merit system. Nilai yang dibutuhkan pemimpin efektif menjalankan roda pemerintahan. Meski saat itu, survey LSI 8 April 2012, meyakinkan kita pasangan ini akan kalah karena elektabilitas hanya 14,4%, kita tidak peduli. Elektabilitas incumbent, Foke-Nara, yang mencapai 49,1%, jauh melampaui syarat 30% untuk menang, tidak sedikitpun membuat nyali menciut. Karena pembelaan atas nilai dan keseimbangan hidup, mengalahkan hitungan menang-kalah.

Dalam konvensi suatu partai, membela Dahlan Iskan semata demi memulihkan ketidakseimbangan dalam ekspos media. Kurangnya pujian atas prestasinya yang monumental di PLN dan BUMN. Tergantikan tuduhan miring salah fakta tentangnya. Meski secara nasional elektabilitasnya tak lebih dari 10%, tapi kembali hati tak peduli itu. Mengusungnya adalah dorongan alami bagi yang merindukan keseimbangan. Dalam ikhtiar itu telah terkandung satu esensi kemenangan: kepuasan di jiwa.

Demikian juga kini. Simpati dan empati terhadap Prabowo Subianto (PSD) adalah ikhtiar alami nurani. Ikhtiar mengembalikan martabat dan kehormatan seorang putra bangsa, yang telalu lama dinistakan. Didera beragam isu daur ulang: HAM, utang triliunan, psikopat, mendekati gila, brutal, dlsb. Padahal rekam jejaknya bicara berbeda. Lulusan terbaik Akabri 1974. Komandan Kopasus 08, paling dicintai dengan rekam jejak fenomenal. Telah lolos ikut konvensi capres satu partai besar tahun 2004. Pernah diusung cawapres partai besar lainnya tahun 2009. Bahkan dijanjikan diatas materai di Batu Tulis sebagai capres 2014. Telah dua kali lolos screening kesehatan fisik, jiwa dan mental oleh tim dokter terbaik di Republik ini. Sudah dua kali lolos seleksi KPU, sang wasit legal, bebas lilitan utang atau pelanggaran hukum dan lainnya.

Karenanya, pembelaan terhadap PSD ini tidak sedangkal persoalan kalah-menang. Tak surut, meski elektabilitasnya saat itu tertinggal jauh, 20-30%. Karena nurani tak peduli itu. Kalah atau menang bukan urusan. Nurani mendesak hati bersuara membela sosok yang paling terzalimi. Mendesak tangan menorehkan empati. Melancarkan kata menyuarakan nilai dan rasa kemanusiaan. Menyemangati hati mengembalikan nama baik dan kehormatan salah satu putra terbaik nusantara ini.

Maka andai PSD tidak jadi presiden, hati tetap menyimpan bahagia. Tidak akan ruang bagi sesal apalagi bagi sedih dan kecewa. Sebab memperjuangkan keseimbangan, membela nilai kebaikan, adalah kemenangan hidup itu sendiri. Itulah kemenangan hakiki di hati para pencinta kemanusiaan sejati.

Jika akhirnya KPU resmi mengumumkan teladan ini memenangi pilpres?
Itupun bukan esensinya.
Itu hanya taburan bumbu-bumbu penyedap rasa belaka.

Prayudhi Azwar
19 Juli 2014

Tidak ada komentar: